SEJARAH GETHUK Getuk Goreng adalah makanan khas dari daerah Sokaraja yang terbuat dari
ketela pohon atau singkong. Orang yang pertama kali mempunyai ide untuk
membuat getuk goreng adalah Bapak Sanpirngad pada tahun 1918. Beliau
adalah seorang pedagang nasi rames yamg mempunyai pelanggan tengkulak
beras, kusir dokar, dan pedagan pasar yang berasal dari desa. Pada saat
itu tidak hanya hanya nasi rames saja yang dijual beliau, akan tetapi
juga jajanan seperti mendhoan, templek, getuk basah, dan lain-lain.
Konon ceritanya ketika beliau berjualan nasi rames, beliau sendirilah
yang memasak nasi sampai dengan lauk pauknya.
Karya getuk goreng
sebenarnya berawal dari sebuah ketidaksengajaan atau sebuah kebetulan
yang ternyata membawa keberuntungan. Suatu hari dagangan bapak
Sanpirngad yang berupa getuk basah tidak hais terjual, kemudian dari
situ timbul ide untuk menggorengnya dengan adonan tepung beras. Setelah
dicoba ternyata hasilnya sangat memuaskan, rasanya enak dakn gurih. Pada
hari berikutnya bapak Sanpirngad membuat dengan menggunakan 5 kg ketela
pohon ditambah gula aren secukupnya.
Para pelanggan yang tadinya
hanya sekadar mampir makan, maka setelah mencoba getuk goreng buatan
bapak Sanpirngad kemuadian membelinya untuk dijadikan oleh-oleh bagi
keluarganya di rumah. Getuk goreng pada saat itu dijual dengan harga
satu sen untuk dua biji getuk goreng.
Seiring dengan berjalannya
waktu, kurang lebih pada tahun 1922 getuk goreng bapak Sanpirngad mulai
dikenal orang khususnya masyarakat Sokaraja. Dari tahun ke tahun, getuk
goreng bapak Sanpirngad mengalami perkembangan yang cukup baik sehingga
mulai ada yang meniru dan mengikuti jejak bapak Sanpirngad dengan
membuka usaha yang sama. Oleh karena itu, pada tahun 1950 getuk goreng
bapak Sanpirngad diberi nama “ASLI” untuk membedakan dengan produk getuk
goreng yang lain.
Usaha getuk goreng bapak Sanpirngad semakin
berkembang dan semakin terkenal. Namun seiring dengan berkembangnya
usaha yang beliau rintis, pada tahun 1967 bapak Sanpirngad meninggal
dunia karena sakit sehingga usaha getuk goreng diteruskan oleh putri
tunggal beliau yaitu ibu Khadiyah yang bersuamikan bapak Tohirin.
Pasangan
bapak Tohirin dan ibu Khadiyah inilah yang kemudian mengembangkan usaha
getuk goreng ini sampai tahun 1983 dan kemudian beliau berdua
menunaikan ibadah haji bersama.
Pada tahun 1990, ibu Khadiyah
meninggal dunia dalam usia 55 tahun dan sejak saat itulah usaha getuk
goreng haji Tohirin diteruskan oleh putra-puteri beliau yang berjumlah 3
orang. Putri pertama pasangan H. Tohirin dan Hj. Khadiyah adalah ibu
Ning Waryati yang bersuamikan bapak Machduri yang mempunyai toko nomer 1
dan 7 dan putra ibu Ning yaitu yang mempunyai toko di daerah Buntu,
Banyumas. Putra kedua yaitu bapak Slamet Lukito yang beristrikan ibu
Tursilah mempunyai toko nomer 4 dan 8. Putri bungsu beliau yaitu ibu
Warsuti yang bersuamikan bapak Trisno Hartowo mempunyai toko nomer 2,
2A, 3, 5, 6, dan satu toko yang tidak diberi nomer dan lebih terkenal
dengan sebutan ASLI baru. Sampai saat ini getuk goreng ASLI H. Tohirin
sudah mempunyai 11 kios, 10 diantaranya di Sokaraja dan 1 di daerah
Buntu. Usaha ini sudah mencapai empat generasi dan senakin berkembang
dengan baik.
Untuk usaha getuk goreng ASLI yang dikelola oleh putri
bungsu bapak Haji Tohirin yaitu ibu Warsuti menambahkan nomer 151 pada
label produk sebagai pembeda dari getuk goreng ASLI Haji Tohirin
lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar