Sabtu, 07 Maret 2015

SEJARAH GETHUK                                                                                                                                                            Getuk Goreng adalah makanan khas dari daerah Sokaraja yang terbuat dari ketela pohon atau singkong. Orang yang pertama kali mempunyai ide untuk membuat getuk goreng adalah Bapak Sanpirngad pada tahun 1918. Beliau adalah seorang pedagang nasi rames yamg mempunyai pelanggan tengkulak beras, kusir dokar, dan pedagan pasar yang berasal dari desa. Pada saat itu tidak hanya hanya nasi rames saja yang dijual beliau, akan tetapi juga jajanan seperti mendhoan, templek, getuk basah, dan lain-lain. Konon ceritanya ketika beliau berjualan nasi rames, beliau sendirilah yang memasak nasi sampai dengan lauk pauknya.
Karya getuk goreng sebenarnya berawal dari sebuah ketidaksengajaan atau sebuah kebetulan yang ternyata membawa keberuntungan. Suatu hari dagangan bapak Sanpirngad yang berupa getuk basah tidak hais terjual, kemudian dari situ timbul ide untuk menggorengnya dengan adonan tepung beras. Setelah dicoba ternyata hasilnya sangat memuaskan, rasanya enak dakn gurih. Pada hari berikutnya bapak Sanpirngad membuat dengan menggunakan 5 kg ketela pohon ditambah gula aren secukupnya.
Para pelanggan yang tadinya hanya sekadar mampir makan, maka setelah mencoba getuk goreng buatan bapak Sanpirngad kemuadian membelinya untuk dijadikan oleh-oleh bagi keluarganya di rumah. Getuk goreng pada saat itu dijual dengan harga satu sen untuk dua biji getuk goreng.
Seiring dengan berjalannya waktu, kurang lebih pada tahun 1922 getuk goreng bapak Sanpirngad mulai dikenal orang khususnya masyarakat Sokaraja. Dari tahun ke tahun, getuk goreng bapak Sanpirngad mengalami perkembangan yang cukup baik sehingga mulai ada yang meniru dan mengikuti jejak bapak Sanpirngad dengan membuka usaha yang sama. Oleh karena itu, pada tahun 1950 getuk goreng bapak Sanpirngad diberi nama “ASLI” untuk membedakan dengan produk getuk goreng yang lain.
Usaha getuk goreng bapak Sanpirngad semakin berkembang dan semakin terkenal. Namun seiring dengan berkembangnya usaha yang beliau rintis, pada tahun 1967 bapak Sanpirngad meninggal dunia karena sakit sehingga usaha getuk goreng diteruskan oleh putri tunggal beliau yaitu ibu Khadiyah yang bersuamikan bapak Tohirin.
Pasangan bapak Tohirin dan ibu Khadiyah inilah yang kemudian mengembangkan usaha getuk goreng ini sampai tahun 1983 dan kemudian beliau berdua menunaikan ibadah haji bersama.
Pada tahun 1990, ibu Khadiyah meninggal dunia dalam usia 55 tahun dan sejak saat itulah usaha getuk goreng haji Tohirin diteruskan oleh putra-puteri beliau yang berjumlah 3 orang. Putri pertama pasangan H. Tohirin dan Hj. Khadiyah adalah ibu Ning Waryati yang bersuamikan bapak Machduri yang mempunyai toko nomer 1 dan 7 dan putra ibu Ning yaitu yang mempunyai toko di daerah Buntu, Banyumas. Putra kedua yaitu bapak Slamet Lukito yang beristrikan ibu Tursilah mempunyai toko nomer 4 dan 8. Putri bungsu beliau yaitu ibu Warsuti yang bersuamikan bapak Trisno Hartowo mempunyai toko nomer 2, 2A, 3, 5, 6, dan satu toko yang tidak diberi nomer dan lebih terkenal dengan sebutan ASLI baru.  Sampai saat ini getuk goreng ASLI H. Tohirin sudah mempunyai 11 kios, 10 diantaranya di Sokaraja dan 1 di daerah Buntu. Usaha ini sudah mencapai empat generasi dan senakin berkembang dengan baik.
Untuk usaha getuk goreng ASLI yang dikelola oleh putri bungsu bapak Haji Tohirin yaitu ibu Warsuti menambahkan nomer 151 pada label produk sebagai pembeda dari getuk goreng ASLI Haji Tohirin lainny
a.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar